Ilustrasi pemain cedera. Sumber: beIN Sports |
Jurnalolahraga.id - Di balik sorotan gemerlap panggung Liga Premier Inggris (EPL), ada cerita gelap yang kerap luput dari perhatian: cedera.
Sebuah penelitian dari Eyal Eliakim dkk pada 2020 coba menggali problem ini.
Temuan riset mengungkap, cedera pemain tidak hanya mengguncang pondasi performa tim di lapangan, tetapi juga bikin finansial klub boncos.
Kok bisa?
Penelitian tersebut mengeksplorasi hubungan jumlah hari pemain absen akibat cedera dengan peringkat akhir klub di tabel klasemen EPL.
Hasilnya, statistik menunjukkan adanya hubungan kuat antara jumlah kasus cedera dengan peringkat tim.
Misal, tim yang kehilangan pemain selama rerata 136 hari akibat kasus cedera, mengalami penurunan satu poin di klasemen akhir.
Agar lebih jelas, mari kita telaah studi kasus Liga Inggris musim 2016–2017.
Tim-tim papan atas seperti Manchester United, Chelsea, dan Manchester City, saat itu mengalami badai cedera.
The Red Devils ditimpa 75 kasus cedera pemain dengan dampak 1.262 hari absen.
Secara ekspektasi (dari sisi nilai skuad) Iblis Merah saat itu mestinya bisa jadi kampiun. Namun, kenyataannya mereka cuma finis di posisi keenam.
Gap peringkat ini, yang bisa diatributkan sebagian besar akibat cedera, berdampak pada kerugian klub dari aspek finansial sekitar £24 juta (Rp469 miliar).
Sebagai pembanding, kasus serupa dapat dilihat pada Chelsea, jawara di klasemen akhir EPL 2016-2017.
The Blues mengatasi 46 kasus cedera pemain dengan total 877 hari absen. Berdasar nilai skuad, mereka seharusnya finis di peringkat kedua. Kenyataannya, mereka justru jadi juara.
Ini menunjukkan bagaimana pengaruh positif atau negatif cedera dapat memutarbalikkan ekspektasi dan mengubah dinamika persaingan antar-klub.
Dari hasil analisis keseluruhan, Eliakim dkk memperkirakan kerugian finansial tiap tim di Liga Inggris 2016-2017 mencapai £45 juta (Rp880 miliar) selama semusim.
Rinciannya: £36 juta (Rp 700 miliar) akibat penurunan performa tim dan £9 juta (Rp180 miliar) untuk biaya gaji pemain cedera.
Dengan kerugian sebesar itu, klub sepakbola tidak lagi dapat mengabaikan aspek manajemen cedera sebagai bagian penting dari strategi.
Eliakim dkk bilang, klub-klub sebenarnya sadar akan masalah tersebut. Buktinya, sebagian besar tim sudah meningkatkan investasi dalam program pencegahan dan rehabilitasi cedera.
Klub-kub profesional juga menggelontorkan dana besar buat membentuk departemen ilmu olahraga, serta merekrut ahli lintas bidang, seperti fisiologi, biomekanika, kedokteran olahraga, dan nutrisi.
Apakah investasi ini sudah mencapai hasil yang diinginkan?
Kendati klub sudah melakukan upaya besar, data menunjukkan bahwa volume cedera di Liga Inggris terus meningkat.
Studi kasus menyoroti tantangan utama yang dihadapi oleh klub-klub, meskipun sudah berinvestasi besar ke teknologi seperti GPS tracking, kamera-based tracking, dan uji biomekanik.
Upaya ini, meskipun berharga, tampaknya belum sepenuhnya berhasil mengurai masalah.
Sejalan dengan dorongan untuk mengatasi ketidakmampuan metode saat ini dalam mengurangi masalah cedera, Eliakim dkk menganggap, fokus harus dipindah ke inovasi.
Klub sepakbola perlu mempertimbangkan pengumpulan data lebih komprehensif serta mengadopsi pendekatan analitis canggih.
Machine learning, artificial intelligence, dan analisis data mendalam bisa membuka pintu untuk mendapat wawasan tajam tentang pola cedera dan potensi risiko.
*Artikel ini disarikan dari penelitian berjudul: Estimation of injury costs: financial damage of English Premier League teams’ underachievement due to injuries di BMJ Journals Open Sport & Exercise Medicine.